Kendari - Seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) pria berinisial SZ, yang menjabat sebagai pegawai Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Bombana, resmi dilaporkan oleh istri sahnya yang juga seorang ASN, berinisial GAK, ke Kepolisian Resor (Polres) Bombana.
Pelaporan ini berkaitan dengan dugaan bahwa SZ menikah kembali secara diam-diam dengan seorang perempuan berinisial F tanpa sepengetahuan dan izin dari istri sahnya. GAK melaporkan dugaan pelanggaran tersebut sebagai tindak pidana, karena tidak dilakukan sesuai ketentuan hukum dan peraturan kepegawaian.
Menurut data yang diperoleh, GAK sebelumnya telah mengajukan laporan pertama pada Kamis, 11 September 2025, atas dugaan perkawinan tanpa izin istri sah. Kemudian, pada Kamis (02/09/2025), GAK kembali melaporkan dugaan tindak pidana pemalsuan dokumen terkait pernikahan yang dilangsungkan di KUA Toburi, Kecamatan Poleang Utara, Kabupaten Bombana.
Dalam Surat Tanda Bukti Laporan Pengaduan dari Polres Bombana yang diterbitkan pada 2 Oktober 2025, disebutkan bahwa dugaan pemalsuan dokumen menjadi dasar laporan kedua tersebut. Polisi menyatakan telah menerima laporan, membuatkan surat tanda penerimaan laporan (STTL), serta melakukan interogasi terhadap pelapor.
Pernikahan tersebut diduga tidak mengikuti prosedur izin sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 1990 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil.
Sementara itu, GAK yang dikonfirmasi via pesan WA, Kamis (02/09/2025) membenarkan pelaporan yang dilakukan dirinya terhadap suaminya itu. "Iya, benar Pak," kata GAK singkat.
Sementara dikutip dari Kabengga, Zulfaldi, pegawai BKPSDM Bombana yang bertugas pada Bagian Fungsional menegaskan bahwa dalam PP 45 Tahun 1990, seorang ASN pria hanya bisa memiliki lebih dari satu istri dengan syarat yang sangat ketat, dan perempuan ASN tidak diperbolehkan menjadi istri kedua, ketiga, atau keempat. Pelanggaran terhadap aturan ini dapat berujung pada pemecatan.
“Kalau ASN perempuan jelas tidak boleh menjadi istri kedua dan seterusnya, itu ancamannya pemecatan. Begitu juga kalau seorang ASN pria menikah tanpa izin istri sah dan tanpa izin pimpinan, sanksinya berat, bisa sampai pemberhentian,” terang Zulfaldi.
Ia juga menjelaskan bahwa setiap pengajuan cerai oleh ASN harus disertai alasan kuat, seperti KDRT, penggunaan narkoba, atau ditinggalkan berturut-turut selama dua tahun. Proses cerai pun harus mendapat izin dari atasan dan melewati tahapan mediasi sebelum diproses di pengadilan.
“Untuk bercerai di pengadilan agama, ASN wajib mendapatkan izin dari pimpinan. Kalau tidak ada, perkaranya tidak akan dilanjutkan,” jelasnya.
Untuk diketahui, kasus ini menjadi sorotan publik karena melibatkan dua ASN aktif yang seharusnya menjadi contoh dalam penegakan hukum dan menjaga integritas sebagai aparatur negara. Selain potensi pelanggaran disiplin ASN, kasus ini juga berpotensi masuk ke ranah pidana berdasarkan Pasal 279 KUHP tentang larangan perkawinan tanpa izin sah dari pasangan pertama. (OR-AAA)
![]() |
Klik ☝ untuk mengikuti akun Google News Kami agar anda tidak ketinggalan berita menarik lainnya |