Jakarta – Ada gebrakan pemikiran dalam Dialog Kebangsaan yang digagas Pewarna Indonesia, Simposium Setara Menata Bangsa, dan Asosiasi Pendeta Indonesia (API). Mengangkat tema "Perempuan dalam Pergerakan Politik," acara daring yang berlangsung pada Minggu, 26 Oktober 2025, ini sukses menyatukan berbagai tokoh untuk membahas peran penting perempuan dalam membentuk arah politik nasional.
Dialog ini lebih dari sekadar diskusi biasa. Dorince Mehue, S.E., Ketua DPD PWKI Provinsi Papua sekaligus Anggota Majelis Rakyat Papua, hadir sebagai narasumber utama, membawa semangat perubahan dari ujung timur Indonesia. Bersama Prof. Dr. Thomas Pentury, Guru Besar dan mantan Rektor Universitas Pattimura (UNPATTI), mereka membuka wawasan tentang bagaimana perempuan bisa menjadi penggerak utama dalam dunia politik.
Mawardin Zega (mantan Sekjen MUKI), Jessica Esther Warouw (Sekretaris Umum GMKI), dan Prof. Drs. Kumpiady Widen, M.A., Ph.D., Guru Besar Universitas Negeri Palangka Raya, turut hadir sebagai penanggap, memberikan perspektif yang kaya dan mendalam. Dwi Urip Premono memandu jalannya diskusi sebagai moderator yang cerdas dan inspiratif.
Dorince Mehue dengan antusias menyoroti pentingnya strategi kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan di berbagai daerah, termasuk Papua. "Kita perlu membangun solidaritas antar perempuan, memperjuangkan kebijakan yang mendukung, dan membuka kesempatan bagi perempuan untuk tampil di ranah publik maupun domestik," tegasnya.
Prof. Thomas Pentury tak kalah tajam dalam menganalisis tantangan yang ada. "Masih banyak hambatan struktural yang mempersulit perempuan untuk masuk ke dunia politik. Kita butuh kebijakan afirmatif yang bukan sekadar formalitas, tapi benar-benar membuka akses dan peluang," jelasnya.
Suara-Suara yang Menginspirasi:
- Mawardin Zega: "Keterlibatan perempuan jangan hanya sebatas memenuhi kuota 30 persen. Mereka harus ada di posisi pengambilan keputusan agar bisa membawa perubahan nyata."
- Jessica Esther Warouw: "Kesetaraan gender itu soal kemanusiaan. Laki-laki dan perempuan harus berjalan bersama untuk memperjuangkan keadilan sosial."
- Prof. Kumpiady Widen: "Budaya dan agama itu dinamis. Perubahan memang butuh waktu, tapi harus terus diupayakan agar nilai-nilai modern bisa berjalan seiringan dengan kearifan lokal."
Politik sebagai Panggilan: Dimensi Teologi dan Aktivisme Kristen
Prof. Thomas Pentury memberikan sentuhan spiritual dalam diskusi ini. "Partisipasi perempuan dalam politik adalah bagian dari tanggung jawab iman untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan," tuturnya, menekankan bahwa politik seharusnya menjadi wadah untuk melayani dan mengabdi.
Dwi Urip Premono menutup dialog dengan pesan yang menggugah. "Afirmasi terhadap perempuan bukan sekadar soal angka, tapi tentang membuka ruang bagi kualitas dan transformasi," katanya.
Sedangkan menurut Kefas Hervin Devananda, atau yang akrab disapa Romo Kefas, Direktur LKBH Pewarna Indonesia, saat dihubungi media pagi ini (Senen,27/10) menegaskan, "Dialog Kebangsaan ini bukan sekadar acara seremonial, ini adalah momentum penting! LKBH Pewarna Indonesia berkomitmen penuh mendukung perempuan dalam politik. Ini bukan hanya tentang memenuhi kuota, tapi tentang bagaimana kita bisa mendapatkan solusi terbaik untuk bangsa dengan melibatkan perspektif perempuan yang luar biasa."
Dialog ini diakhiri dengan kesepakatan untuk menjadikan pemberdayaan perempuan sebagai agenda nasional lintas sektor, demi membangun bangsa yang adil, setara, dan berkeadaban. (OR-VH/ET)
![]() |
| Klik ☝ untuk mengikuti akun Google News Kami agar anda tidak ketinggalan berita menarik lainnya |


