Close
Close
Orasi Rakyat News
Orasi Rakyat News
Orasi Rakyat News

Komisi II DPR Pastikan Tenaga Honorer yang Belum Lulus PPPK Tak Dibuang dari Sistem

Jakarta - KETUA Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda menegaskan bahwa penataan Aparatur Sipil Negara (ASN) menjadi salah satu prioritas terbesar yang dikerjakan Komisi II sepanjang tahun ini.


Komisi II bersama pemerintah berhasil menuntaskan salah satu persoalan kepegawaian terbesar di Indonesia, yaitu penyelesaian status tenaga honorer. Setelah bertahun-tahun menjadi polemik, Komisi II memastikan 1,7 juta tenaga honorer telah resmi diangkat menjadi ASN berstatus Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).


“Kita tahu 1,7 juta honorer sekarang sudah berstatus PPPK. Itu hasil kerja kami dengan pemerintah. Di tengah keterbatasan anggaran, tetapi tetap mengedepankan kepentingan para honorer,” kata Rifqi menyampaikan kinerja komisinya kepada wartawan, Senin 8 Desember 2025.


Menurutnya, penuntasan honorer ini menjadi tonggak penting dalam reformasi birokrasi karena selama bertahun-tahun tenaga honorer bekerja tanpa kepastian karier, status hukum, maupun perlindungan sosial yang memadai.


Bagi tenaga honorer yang belum lulus seleksi PPPK, Komisi II memastikan bahwa tidak akan ada yang “dibuang” dari sistem birokrasi. Mereka difasilitasi melalui skema baru PPPK paruh waktu, sehingga pemerintah tetap memberikan ruang bagi tenaga honorer sambil menjaga efisiensi belanja pegawai.


“Tidak ada yang kita tinggalkan. Mereka yang belum bisa lulus tetap punya skema lain, tidak hilang dari sistem. Ini bagian dari reformasi tata kelola ASN agar lebih adil dan terukur,” jelas legislator Partai Nasdem itu.


Rifqi menegaskan bahwa Komisi II juga telah menetapkan revisi Undang-Undang ASN sebagai pekerjaan besar berikutnya. Revisi tersebut akan menjadi dasar modernisasi birokrasi, terutama menyangkut rekrutmen, manajemen karier, distribusi ASN, dan digitalisasi layanan kepegawaian.


“Ke depan kita akan melakukan revisi terhadap Undang-Undang ASN. Ini kerja besar kami bagi demokrasi dan bagi tata kelola pemerintahan,” tegasnya.


Ia menilai regulasi baru diperlukan karena struktur birokrasi telah berubah, jumlah ASN yang terus bertambah, serta tuntutan pelayanan publik yang semakin tinggi. Tanpa kerangka hukum baru, pemerintah akan kesulitan memastikan efisiensi dan kualitas ASN secara nasional.


Dalam laporan tersebut, Rifqi menekankan bahwa penataan ASN bukan hanya soal status kepegawaian, tetapi juga pembenahan kualitas pelayanan publik. Komisi II, menurutnya, ingin memastikan negara hadir dengan aparatur yang profesional, modern, dan mampu merespons kebutuhan masyarakat secara cepat.


“Kami ingin memastikan bahwa birokrasi kita modern, cepat, dan peka terhadap pelayanan publik. Penataan ASN adalah bagian dari perjalanan menuju itu,” tuturnya.  (WIT)

Baca Juga
Klik ☝ untuk mengikuti akun Google News Kami
agar anda tidak ketinggalan berita menarik lainnya

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama