Ambon – Setelah diguncang aksi demonstrasi oleh puluhan mahasiswa dan pemuda asal Maluku Barat Daya (MBD), Komisi II DPRD Provinsi Maluku akhirnya memberikan respons resmi. Komisi menjanjikan akan menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama sejumlah dinas teknis pada Jumat (26/09/2026).
Aksi demonstrasi yang berlangsung di depan Gedung DPRD Provinsi Maluku pada Kamis siang itu digelar oleh massa dari Perhimpunan Pemuda Pelajar Wetar Lirang (P3WL) dan Aliansi Mahasiswa Maluku Barat Daya. Massa membawa berbagai poster dan pamflet bertuliskan “Wetar Darurat Ekologi”, sebagai bentuk protes terhadap aktivitas pertambangan PT Batutua Tembaga Raya (BTR) yang dinilai telah mencemari lingkungan Pulau Wetar secara masif.
Dalam audiensi bersama anggota dewan, salah satu tuntutan utama massa adalah agar DPRD segera memanggil Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Lingkungan Hidup, dan Dinas ESDM untuk hadir dalam RDP.
“Kami mendesak DPRD Maluku Komisi II untuk segera memanggil dinas terkait, ketiga dinas tersebut untuk ada dalam rapat dengar pendapat (RDP), untuk membahas persoalan ini,” ungkap korlap aksi dalam pernyataan langsung kepada anggota dewan.
Menanggapi desakan tersebut, Komisi II DPRD Provinsi Maluku yang diwakili oleh Jhon Laipeny menyampaikan bahwa pihaknya akan segera menggelar RDP bersama dinas-dinas yang dimaksud.
“Jadi baru besok kita akan ada dalam rapat dengan dinas-dinas terkait untuk membahas sebenarnya masalahnya apa,” ujar Jhon Laipeny.
Ia juga menambahkan bahwa dalam RDP tersebut, sejumlah intelektual dari Maluku Barat Daya akan turut hadir untuk menyampaikan kajian dan analisis mereka terkait dugaan pencemaran lingkungan.
“Besok juga akan hadir intelektual Maluku Barat Daya yang akan menyampaikan kajian-kajian mereka, masalah pencemaran dan tentang tongkang pata,” pintasnya.
Merespon itu, salah satu orator demo, Doglas Altur Koda dalam audiens bersama Komisi II DPRD, berharap apa yang disampaikan oleh Jhon Laipeny tidak sebatas omon-omon, tetapi akan direalisasikan oleh DPRD dalam tanggung jawabnya sebagai wakil rakyat.
"Semoga apa yang disampaikan bisa dijalankan dan bukan sebatas omon omon yang hanya bisa freming di media. Kita tunggu tindakan nyata, bahwa proses investigasi harus dilakukan," kata Doglas.
Dalam orasi aksi, massa mengungkapkan kekhawatiran mendalam atas kondisi lingkungan Pulau Wetar. Mereka menyebutkan bahwa laut telah berubah warna menjadi kuning dan sungai tercemar akibat limbah tambang. Beberapa bukti visual berupa foto dan video kondisi air yang berubah turut dibagikan sebagai penguat keresahan.
Lebih mengejutkan, massa mengungkapkan adanya surat internal dari perusahaan yang melarang para pekerja menyebarkan informasi tentang insiden pencemaran di media sosial. Hal ini dinilai sebagai bentuk pembungkaman dan intimidasi terhadap hak pekerja untuk menyampaikan informasi kepada publik.
Koordinator lapangan aksi, Febby Kila, menegaskan bahwa kerusakan ekologis di Wetar sudah sangat serius dan perlu tindakan cepat dari pemerintah.
“Kami minta Dinas Lingkungan Hidup, Dinas ESDM, dan DPRD Provinsi segera turun ke lapangan untuk melihat langsung kondisi di Wetar. Ini bukan isu kecil, ini darurat!” tegas Febby saat diwawancarai.
Kevinn Tanate, perwakilan massa lainnya, meminta agar DPRD membentuk tim investigasi independen untuk memastikan proses penyelidikan berjalan transparan dan tidak hanya bergantung pada data dari pihak perusahaan.
“Kami ingin investigasi dilakukan di bawah kewenangan resmi Komisi II, bukan hanya berdasarkan laporan dari perusahaan yang bisa saja tidak objektif,” ujarnya.
Dalam momentum tersebut, massa juga menyuarakan kekecewaan terhadap sikap sejumlah anggota dewan yang tidak berada di kantor saat mereka datang. Salah satu orator, Raigo Tebiary, menyampaikan kritik tajam terhadap ketidakhadiran tersebut.
“Kita punya kantor DPRD tapi tidak berkantor! Semua anggota dewan pergi, tinggal gedung kosong. Ini kerja atau tidur?” serunya lantang.
Meski sempat kecewa, massa akhirnya diterima oleh beberapa anggota DPRD dan diperbolehkan menyampaikan tuntutan mereka dalam ruang rapat Komisi II. Enam tuntutan utama yang disampaikan adalah:
-
Pembentukan Tim Investigasi Independen untuk memastikan penyelidikan berjalan objektif dan transparan, tidak hanya bergantung pada laporan internal perusahaan.
-
Penjatuhan sanksi tegas kepada PT BTR jika terbukti lalai dan menyebabkan kerusakan lingkungan.
-
Pemulihan lingkungan secara menyeluruh, termasuk pembersihan material tambang yang mencemari laut dan pemantauan kualitas air laut secara berkala.
-
Perlindungan hak pekerja, termasuk penghentian intimidasi dan ancaman pemecatan dari pihak perusahaan.
-
Kompensasi adil bagi masyarakat terdampak, terutama nelayan yang kehilangan sumber mata pencaharian.
-
Rapat Dengar Pendapat (RDP) secepatnya, bersama Dinas ESDM, Lingkungan Hidup, Dinas Perikanan, dan PT BTR untuk membahas insiden tumpahan material tambang di Wetar.
Aksi ini menjadi babak baru dalam perjuangan masyarakat Wetar untuk menyelamatkan lingkungan hidup mereka. Rapat yang dijanjikan DPRD pada Jumat besok menjadi momen penentu: apakah wakil rakyat benar-benar berpihak pada rakyat, atau kembali diam di balik meja-meja kekuasaan. (OR-SS/EH)
![]() |
Klik ☝ untuk mengikuti akun Google News Kami agar anda tidak ketinggalan berita menarik lainnya |