Namrole - Polemik soal biaya administrasi pembuatan surat keterangan kesehatan (SKS) yang terjadi belakangan ini akhirnya diseriusi oleh dinas kesehatan setempat. Mulai hari ini, Kamis, 18 September 2025 pelayanan Surat Keterangan Sehat (SKS) di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Oki Baru, Kecamatan Namrole dihentikan.
Penghentian ini dilakukan Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Kesehatan, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (KB) Kabupaten Buru Selatan (Bursel), Yurdin Halibi.
Lantaran dinilai tarif yang diberlakukan jauh dari ketentuan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2024 tentang pajak dan retribusi daerah dan menuai polemik karena berbeda dengan tarif yang di berlakukan di Puskesmas Namrole.
"Saya tutup pemberkasan pemeriksaan di puskesmas Oki Baru, karena tidak sesuai Perda. Hari ini sudah saya perintahkan untuk tidak menerima pemeriksaan SKS paru waktu yang hanya bisa Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dan puskesmas Namrole, biar mereka juga tidak kejauhan," ujar Yurdin Halibi, Rabu, 17 September 2025, via pesan whats appnya.
Halibi menjelaskan langkah ini dilakukan untuk menghindari dugaan pungli bagi puskesmas lainnya yang memberlakukan tarif pelayanan SKS sesuai Perda Kabupaten Bursel Nomor 2 Tahun 2024.
"Karena memang terkesan amburadul takutnya di tempat lain berbeda lagi nanti kesannya muncul pungutan liar (pungli), " tutur Kadis.
Dia mengaku baru tahu kalau di puskesmas Oki Baru memberlakukan tarif 15 ribu yang nota bene jauh dibawah Perda. Sebab tarif itu dihitung mulai pendaftaran 13.900 pemeriksaan dokter 10.800 sisanya 39 ribu untuk visus dan buta warna.
Halibi menyebut yang melaksanakan sesuai Perda itu Puskesmas Namrole, yang menetapkan tarif pelayanan SKS untuk PPPK paruh waktu sebesar 64 ribu.
Kepala Puskesmas (Kapus) Oki Baru Dayanto Buton membenarkan tarif pelayanan SKS yang ditetapkan Puskesmas OkI Baru hanya 15 ribu.
"Tarif ini berdasarkan Perda Nomor 2 Tahun 2024 tentang pajak dan retribusi daerah dan hasil koordinasi dengan dokter. Untuk pemeriksaan kesehatan 10.800 sisanya untuk biaya buta warna, " ujar Dayanto.
Buton mengaku, biasanya untuk pemeriksaan kesehatan itu sudah satu paket dan penetapan tarif 15 ribu itu berdasarkan koordinasi dengan dokter dan mempertimbangkan agar tidak memberatkan yang membuat.
Sementara itu, Kapus Namrole Nur Hidayah Tomnusa juga mengaku pihaknya memberlakukan tarif pelayanan SKS senilai 64 ribu, sesuai dengan Perda Nomor 2 tahun 2024 tentang pajak dan retribusi.
"Di Puskesmas 64 ribu dengan rincian di pendaftaran ada 13.900, pemeriksaan kesehatan 10.800 untuk dokter yang periksa itu 24 ribu itu sudah tercantum di Perda, " tutur Tomnusa.
Menurutnya, di dalam perda untuk Puskesmas itu tidak ada untuk pemeriksaan buta warna, sementara itu yang dokter lakukan. Untuk memenuhi permintaan pembuat SKS dokter Puskesmas Namrole lembur dari pukul 14.00 sampai pukul 17.00 WIT.
Sebelumnya diberitakan, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Buru Selatan menegaskan bahwa tarif pembuatan Surat Keterangan (Suket) Kesehatan yang diberlakukan di RSUD dr. Salim Alkatiri Namrole sepenuhnya sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2024.
Kebijakan ini diambil untuk memastikan adanya kepastian hukum, standarisasi tarif layanan kesehatan, serta menghapuskan praktik pungutan liar (pungli) yang merugikan masyarakat.
Direktur RSUD dr. Salim Alkatiri, Hamid Mukadar, menjelaskan bahwa dalam Perda tersebut, tarif administrasi untuk pelayanan kesehatan ditetapkan sebesar Rp100.000. Namun, pihak RSUD melalui rapat koordinasi dengan dokter dan pihak terkait memutuskan untuk menurunkan tarif menjadi Rp80.000, dengan pertimbangan agar tidak terlalu membebani masyarakat, khususnya para peserta PPPK Paruh Waktu yang tengah mengurus suket kesehatan untuk melengkapi berkas.
“Kalau sesuai Perda memang Rp100.000, tetapi kami mengambil kebijakan untuk menurunkan menjadi Rp80.000 setelah berkoordinasi dengan dokter dan pihak terkait, agar tidak memberatkan para pelamar kerja,” jelas Mukadar kepada wartawan di Namrole, Rabu (17/09/2025).
Mukadar juga menegaskan bahwa keberadaan Perda ini sekaligus membanting opini liar yang berkembang di masyarakat, terutama tuduhan bahwa pihak RSUD melakukan pungli dalam proses penerbitan suket kesehatan bagi para peserta PPPK Paru Waktu.
“Isu pungli itu tidak benar. Semua pemasukan dari tarif pembuatan suket kesehatan ini akan disetorkan langsung ke kas daerah sebagai Pendapatan Asli Daerah (PAD), bukan masuk ke kantong pribadi siapa pun,” tegasnya.
Ia menambahkan, tarif ini ditetapkan dengan mempertimbangkan biaya operasional RSUD, peningkatan kualitas layanan, serta keberlanjutan fasilitas kesehatan. Langkah ini juga menjadi wujud transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan pelayanan publik.
“Penerapan tarif ini bukan semata-mata untuk menarik pungutan, melainkan untuk memastikan pelayanan kesehatan tetap berkualitas, terjangkau, dan berkeadilan bagi seluruh lapisan masyarakat,” ujarnya.
Mukadar menjelaskan, suket kesehatan merupakan dokumen wajib dalam proses seleksi PPPK maupun CPNS, karena aparatur negara harus dipastikan sehat secara fisik dan mental sebelum menjalankan tugasnya.
“Aparatur negara, khususnya PPPK Paruh Waktu, harus benar-benar sehat sehingga bisa bekerja dengan profesional. Karena itu, surat keterangan kesehatan tidak bisa diabaikan,” paparnya.
Dengan diterapkannya Perda No. 2 Tahun 2024 ini, Pemkab Buru Selatan menunjukkan komitmen kuat untuk menghadirkan layanan kesehatan yang tertata, transparan, dan bebas pungli.
Kebijakan ini diharapkan mampu meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan publik, sekaligus memberikan jaminan kepastian hukum bagi seluruh pihak yang terlibat.
“Kami ingin memastikan bahwa pelayanan kesehatan di Kabupaten Buru Selatan berjalan dengan baik, adil, dan tidak merugikan masyarakat. Semua biaya sudah diatur jelas dalam Perda dan dikelola secara transparan,” tutup Mukadar.
Wahyu, salah satu peserta PPPK Paruh Waktu yang ikut mengurus suket kesehatan di RSUD, menyatakan dukungannya terhadap kebijakan tersebut. Menurutnya, selama tarif yang diterapkan sesuai aturan dan tidak memberatkan, masyarakat tentu akan menerima dengan baik.
“Kalau sesuai Perda, kami tidak ada masalah. Hanya saja, kami berharap pemerintah bisa memberikan keringanan biaya bagi warga yang kurang mampu,” ungkapnya.
Wahyu juga menambahkan bahwa peserta yang datang berasal dari enam kecamatan di Kabupaten Buru Selatan, sehingga selain biaya Suket, mereka juga harus menanggung biaya transportasi, akomodasi, konsumsi, dan persiapan berkas lainnya.
“Banyak dari kami yang harus mencari tempat tinggal sementara selama proses ini. Jadi, kalau ada sedikit keringanan, itu sangat membantu,” tandasnya. (Tim)
![]() |
Klik ☝ untuk mengikuti akun Google News Kami agar anda tidak ketinggalan berita menarik lainnya |