Close
Close
Orasi Rakyat News
Orasi Rakyat News

Latbual, Bantah Klaim Balai Bahasa Maluku: “Tak Pernah Ada Bahasa Kayeli, Yang Ada Hanya Bahasa Buru

Namrole - Masyarakat adat pulau Buru, Sami Latbual, dengan tegas membantah pernyataan Kepala Kantor Bahasa Provinsi Maluku terkait pemberitaan sejumlah media yang menyebut Bahasa Kayeli termasuk bahasa yang telah punah di Maluku


Pernyataan resmi Balai Bahasa Maluku pada 28 November 2025 itu sontak menimbulkan reaksi keras dari masyarakat adat Buru, khususnya dari petuanan Kayeli.


Dalam konferensi persnya di Namrole, Selasa (2/12/2025) Sami Latbual menegaskan bahwa istilah “Bahasa Kayeli” tidak pernah dikenal dalam struktur budaya, sejarah, maupun keseharian masyarakat adat Buru.


“Mesti diketahui bahwa selama ini Bahasa Kayeli tidak pernah ada. Yang ada hanyalah Kayeli sebagai wilayah adat atau negeri, bukan bahasa. Di Kayeli, sejak dulu sampai hari ini, kami semua berbicara menggunakan Bahasa Buru,” tegas Latbual.


Latbual menjelaskan bahwa Kayeli dalam sistem adat terbagi dalam beberapa kategori, yakni Kayeli Negeri/Kampung yang kini disebut sebagai Desa atau Negeri Kayeli. Kemudian Kayeli Petuanan yang disebut Kayeli Petek Telo yang terdiri dari Kayeli Masi (Kayeli Pantai), Kayeli Rata (Kayeli Dataran) Kayeli Kaku (Kayeli Pegunungan).


Walaupun wilayahnya beragam, seluruh masyarakat di petuanan Kayeli menggunakan bahasa yang sama, yaitu Bahasa Buru.


“Di Buru tidak ada petuanan dengan bahasa sendiri - sendiri. Yang berbeda hanya dialek, bukan bahasa. Bahasa kami satu yaitu Bahasa Buru,” ujar Latbual.


Latbual menduga bahwa kesimpulan keliru dari Balai Bahasa Maluku muncul karena para peneliti saat melakukan penelitian mungkin bertemu dengan sejumlah warga Kayeli yang memang sudah tidak fasih lagi berbahasa Buru.


“Ini fakta, ada orang-orang di Desa Kayeli maupun petuanan Kayeli yang tidak lagi bisa berbahasa Buru. Tapi ini bukan bukti bahwa Bahasa Kayeli punah. Ini justru bukti bahwa generasi Kayeli mulai meninggalkan Bahasa Buru,” jelasnya.


Ia menilai bahwa hasil penelitian tersebut perlu ditinjau ulang, direvisi, bahkan dihapus dari catatan Balai Bahasa Maluku karena menyesatkan dan tidak sesuai kenyataan adat dan linguistik di Pulau Buru.


Dalam pernyataannya, Latbual menantang Balai Bahasa Maluku untuk melakukan penelitian ulang dengan didampingi oleh tokoh adat setempat termasuk dirinya.


“Kalau Ibu Kepala Kantor Balai Bahasa ingin meneliti lagi, mari kami dampingi. Kita uji bersama apakah benar Kayeli punya bahasa sendiri? Apakah orang Kayeli tidak bisa lagi bertutur Bahasa Buru? Silakan turun ke Kayeli pesisir, Kayeli dataran, sampai Kayeli pegunungan," pintanya.


Latbual mengakui bahwa Bahasa Buru kini berada dalam kategori terancam punah, bukan karena digeser oleh bahasa lokal lain, melainkan oleh menurunnya penggunaan bahasa tersebut di kalangan generasi muda.


“Banyak anak muda sudah tidak bisa bertutur Bahasa Buru. Bahkan tokoh adat dalam ritual adat pun sudah bercampur Bahasa Buru dan Melayu. Ini yang harus diperhatikan, diteliti, dan dilestarikan," ungkap Latbual


Sebagai anak adat Kayeli dari rumpun Noropito, Latbual menegaskan bahwa pernyataan Balai Bahasa yang menyebut “Bahasa Kayeli punah” adalah keliru dan menyesatkan.


“Sekali lagi kami tegaskan, tidak ada Bahasa Kayeli. Yang ada hanya Bahasa Buru, digunakan oleh seluruh masyarakat Buru, termasuk Kayeli. Kami minta Balai Bahasa Maluku mengklarifikasi dan menghapus catatan bahwa Bahasa Kayeli itu punah," tegasnya.


Ia menambahkan bahwa pelestarian Bahasa Buru harus menjadi perhatian bersama agar bahasa yang diwariskan leluhur tidak benar-benar hilang.


"Saat ini yang harus dilestarikan itu bahasa Buruk karena itu warisan leluhur yang perlu di jaga oleh anak cucu," tandasnya. (AL)

Baca Juga
Klik ☝ untuk mengikuti akun Google News Kami
agar anda tidak ketinggalan berita menarik lainnya

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama