Jakarta – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian menegaskan bahwa hilirisasi di sektor pertanian, perkebunan, dan peternakan merupakan strategi kunci untuk membawa Indonesia keluar dari jebakan pendapatan menengah (middle income trap).
Pernyataan tersebut disampaikannya saat menghadiri Rapat Koordinasi Percepatan Pelaksanaan Program Hilirisasi Komoditas Prioritas Perkebunan, yang digelar di Auditorium Gedung F Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Senin (22/9/2025).
Menurut Mendagri, Indonesia memiliki keunggulan geografis dan iklim tropis yang memungkinkan produksi pertanian sepanjang tahun, ini suatu kelebihan yang tidak dimiliki negara-negara di belahan bumi utara maupun selatan.
“Negara-negara empat musim hanya bisa bercocok tanam enam bulan dalam setahun. Kita bisa 12 bulan penuh. Itu keuntungan luar biasa yang seharusnya kita sadari dan manfaatkan,” ujar Tito.
Selain itu, lanjutnya, Indonesia juga memiliki kekayaan sumber daya alam seperti air, sungai, danau, tanah subur, dan gunung berapi aktif yang menyuburkan wilayah pertanian.
“Modal ini harus dimanfaatkan untuk membangun industri berbasis pertanian dan perkebunan yang kuat,” tambahnya.
Industrialisasi Tak Harus Pabrik Besar
Mendagri menekankan bahwa untuk melompat dari negara berpendapatan menengah menjadi negara maju, Indonesia perlu mengedepankan industrialisasi—namun tidak terbatas pada industri manufaktur besar.
Ia mencontohkan Selandia Baru sebagai negara yang berhasil mendorong pertumbuhan ekonomi lewat industrialisasi sektor pertanian dan peternakan.
“Industrialisasi bukan berarti harus bikin mobil, chip, atau elektronik. Bisa juga lewat produk turunan dari pertanian, perkebunan, dan peternakan yang memberi nilai tambah tinggi. Ini yang harus kita dorong,” tegasnya.
Selaras dengan Visi Presiden Prabowo
Tito menyebut upaya hilirisasi ini sejalan dengan visi Presiden Prabowo Subianto yang menjadikan ketahanan pangan sebagai agenda prioritas nasional. Tak hanya tertuang dalam dokumen kebijakan, visi tersebut juga didukung oleh langkah konkret dan alokasi anggaran yang signifikan.
“Presiden sangat serius soal ketahanan pangan. Ini bukan slogan, tapi disiapkan langkah-langkah nyatanya,” ujarnya.
Ajak Kolaborasi Nyata, Bukan Sekadar Retorika
Di hadapan para pemangku kepentingan, Mendagri mengajak agar Rakor ini tidak hanya menjadi ajang seremonial, tetapi dimanfaatkan untuk mendorong aksi konkret di lapangan. Ia menekankan perlunya penguatan kapasitas petani, teknologi pertanian, serta tata kelola rantai pasok yang efisien.
“Dengan modal sumber daya alam yang besar, tinggal bagaimana kita membangun kapasitas SDM petani dan pelaku sektor ini. Jangan berhenti di wacana, harus ada eksekusi nyata,” tandasnya.
Penandatanganan MoU: Komitmen Daerah untuk Hilirisasi
Dalam kesempatan tersebut, turut dilakukan penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) Komitmen Pemenuhan Data Calon Petani dan Calon Lokasi (CPCL) oleh 10 gubernur dari berbagai provinsi. Penandatanganan ini menjadi langkah awal dalam sinergi pusat dan daerah untuk mendukung program hilirisasi secara terukur dan terencana.
Para gubernur yang menandatangani MoU antara lain Gubernur Jambi Al Haris, Gubernur Sumatera Barat Mahyeldi Ansharullah, Gubernur Riau Abdul Wahid, Gubernur Gorontalo Gusnar Ismail, Gubernur Maluku Hendrik Lewerissa, Gubernur Sulawesi Tenggara Andi Sumangerukka, Gubernur Sulawesi Tengah Anwar Hafid, Gubernur Sulawesi Selatan Andi Sudirman Sulaiman, dan Gubernur Maluku Utara Sherly Tjoanda. (OR-Rls)
![]() |
Klik ☝ untuk mengikuti akun Google News Kami agar anda tidak ketinggalan berita menarik lainnya |