Ambon – Dugaan praktik tambang ilegal kembali mencuat di Desa Poka, Kecamatan Teluk Ambon, Kota Ambon. Aktivitas Galian C oleh CV Hative Primajaya disorot karena diduga berlangsung tanpa izin resmi, baik Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Pertambangan Rakyat (IPR), maupun dokumen lingkungan seperti AMDAL, UKL, dan UPL.
Ironisnya, meski tidak memiliki izin, perusahaan ini diketahui rutin menyetor dana ke kas Pemerintah Kota Ambon. Hal ini menimbulkan dugaan adanya praktik suap terselubung yang dibungkus legalitas semu, bukan kewajiban pajak resmi.
Situasi ini memunculkan pertanyaan besar: apakah Pemerintah Kota Ambon terlibat secara aktif atau pasif dalam membiarkan aktivitas ilegal ini?
Moh. Umar L, Koordinator Lapangan Aliansi Lingkar Demokrasi Maluku, mendesak aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas kasus ini. Ia menuding adanya pembiaran sistematis oleh pejabat pemerintah terhadap aktivitas tambang ilegal yang telah berlangsung lebih dari dua tahun.
“Kami menduga Walikota Ambon mengetahui dan membiarkan aktivitas ini. CV Hative Primajaya menyetor dana ke Pemkot tanpa punya izin. Ini bukan kelalaian, tapi bentuk keterlibatan pasif dalam kejahatan lingkungan,” tegas Umar.
Menurutnya, aktivitas penambangan dilakukan secara terbuka. Alat berat perusahaan bahkan beroperasi di siang hari tanpa hambatan dari Satpol PP maupun aparat hukum lainnya.
Aliansi secara tegas meminta Kapolda Maluku mengambil alih penanganan kasus ini. Umar juga mendesak agar pimpinan CV Hative Primajaya diperiksa, termasuk menelusuri aliran dana yang mengalir ke pejabat Pemerintah Kota Ambon.
“Jika terbukti ada gratifikasi atau suap berkedok pajak, maka harus dijerat dengan pasal pidana korupsi. Penegakan hukum terhadap kejahatan lingkungan tidak boleh setengah hati,” ujarnya.
Umar turut menuntut DPRD Kota Ambon, khususnya Komisi I, untuk segera menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan menghadirkan pihak-pihak terkait: CV Hative Primajaya, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Pendapatan, Satpol PP, serta Dinas ESDM Provinsi Maluku.
“Jika DPRD tidak segera bergerak, jangan salahkan rakyat jika turun ke jalan,” katanya dengan nada serius.
Aktivitas penambangan CV Hative Primajaya yang dilakukan tanpa izin dinilai melanggar Pasal 158 UU No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Pasal tersebut menyebutkan bahwa setiap orang yang menambang tanpa IUP, IPR, atau IUPK dapat dipidana penjara paling lama lima tahun dan denda hingga Rp100 miliar.
Jika terbukti ada gratifikasi atau aliran dana yang tidak sah, maka kasus ini juga bisa dijerat Pasal 12B UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, di mana gratifikasi dianggap suap apabila berhubungan dengan jabatan dan bertentangan dengan kewajiban atau tugas pejabat negara.
Aliansi Lingkar Demokrasi Maluku menegaskan bahwa kasus ini bukan sekadar pelanggaran administratif, melainkan soal integritas, keberanian aparat penegak hukum, dan masa depan lingkungan hidup di Kota Ambon.
“Jika hukum tidak ditegakkan, maka negara sedang membiarkan kerusakan dan korupsi tumbuh subur atas nama pembangunan,” tutup Umar. (OR-AB)
![]() |
Klik ☝ untuk mengikuti akun Google News Kami agar anda tidak ketinggalan berita menarik lainnya |