![]() |
Foto: Finalis Miss Universe Indonesia 2025, Valery Brahmana. (Instagram @valeryvall26_) |
Dalam sebuah video yang viral di media sosial, Valery menyebut bahwa dirinya tidak berharap menang karena isi kontrak Miss Universe Indonesia 2025 dinilainya sangat berat dan tidak masuk akal.
“Enggak usah berharap gue menang, karena isi kontrak ini mengejamkan sekali,” ujar Valery melalui unggahan yang dilansir dari akun X, @tacnce, Rabu (6/8/2025).
Tak berhenti di situ, Valery bahkan menyebut kontrak yang ditawarkan pada finalis sangat janggal dan “mengerikan”.
“Itu duit palsu, intinya ya. Ada beberapa kejanggalan di sini yang gue lihat kontraknya ini, bukan janggal lagi, mengerikan kontraknya,” katanya tegas.
Salah satu poin kontrak yang ia soroti adalah durasi selama dua tahun, di mana finalis yang dianggap melanggar aturan dapat dikenakan denda yang nilainya fantastis.
“Pertama dikontrak itu selama dua tahun… Intinya pelanggarannya itu, kalau misalnya melanggar kontrak dendanya itu bisa beli rumah di PIK 1,” ungkap Valery.
Tak hanya soal denda, menurutnya, seluruh biaya partisipasi selama ajang berlangsung juga dibebankan kepada peserta.
“Tiket perjalanan itu tidak ditanggung, visa, passport, biaya makan, dan lain-lain itu tidak ditanggung. Itu ditanggung kita sendiri,” ujarnya.
Valery tak segan menyebut ajang tersebut penuh rekayasa dan sudah diatur sejak awal.
“Siapa juga yang mau dikontrak semacam ini. Dari awal ini juga udah settingan,” katanya.
Ia bahkan menuding bahwa sebagian finalis sudah “ditentukan” sejak awal dan hanya sedikit yang dipertimbangkan secara murni.
“Gue tahu siapa anak titipan, anak emas, anak yang akan dimenangkan juga gue akan tahu siapa nantinya,” tegasnya.
Lebih mengejutkan lagi, Valery menyebut salah satu finalis Top 30 berinisial “S” merupakan figur kontroversial yang pernah terseret kasus video syur.
“Yang di-top 30 itu, itu si ‘S’ inisialnya. Videonya udah beredar waktu tahun berapa, video syur itu, track record yang lebih mengerikan,” ujarnya.
Valery juga menyentil pihak penyelenggara yang dianggap tidak profesional dan tak selektif dalam memilih peserta.
“Lagian ini dipegang sama orang luar, orang Malaysia. Jadi yang salah di sini siapa? National directornya yang tidak cerna, tidak smart,” kritiknya tajam.
Menutup pernyataannya, Valery mengaku prihatin pada finalis lain yang sudah datang dari berbagai daerah namun justru hanya dijadikan pelengkap.
“Kasihan loh yang udah datang dari jauh tuh finalis-finalis lainnya. ‘Iya kak aku cuma ditanyain hobi dan lain-lain, tapi advokasi aku enggak ditanyain,’ ya iyalah orang semuanya udah settingan,” tutup Valery. (OR-A)
![]() |
Klik ☝ untuk mengikuti akun Google News Kami agar anda tidak ketinggalan berita menarik lainnya |