NTT - Kejadian keracunan massal yang menimpa puluhan siswa dari beberapa SMA dan SMK di Kabupaten Sumba Barat Daya pada Rabu, 23 Juli 2025, membuka tabir masalah mendalam terkait kualitas pelayanan dan pengawasan dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Dari hasil konfirmasi, Kepala Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Kabupaten Sumba Barat Daya, Christian Candratya Rezki Lete Boro, menjelaskan bahwa seluruh menu makanan yang disajikan umumnya dipesan minimal dua hari sebelum dimasak, dengan opsi percepatan jika diperlukan.
"Biasanya paling lambat itu dua hari, setelah itu kalau tidak besok masak dapat masukan langsung eksekusi, " Ungkap Christian
Namun, kejelasan terkait pemantauan kesegaran bahan baku dan standar kebersihan dalam pengolahan menu belum sepenuhnya tergambar.
Pasokan ikan yang diduga menjadi sumber keracunan didapatkan melalui rantai suplai yang melibatkan vendor Cece Anggin alias Anggrini Lero, yang mengambil ikan jenis tuna dari nelayan di Waikelo.
"Siang (22/07/2025) sampe, drop disini langsung dipotong, " Ujar Anggrini di rumah Dapur MBG, pada rabu 23/07/2025.
Ia juga menambahkan bahwa dirinya mengirim ikan sebanyak 300 kg di dapur makanan bergizi geratis kabupaten Sumba Barat Daya.
Sementara itu, prosedur pemeriksaan mutu ikan sebelum pengolahan belum dijelaskan secara rinci, menimbulkan pertanyaan serius mengenai SOP yang diterapkan vendor dan pihak penyelenggara.
Akibat konsumsi menu yang terdiri dari nasi, ikan tuna goreng tepung, tempe goreng, sayur sop, dan jeruk itu, puluhan siswa menunjukkan gejala seperti mual, muntah, pusing, sakit perut, bahkan reaksi alergi pada kulit. Korban yang cukup parah dirawat di Rumah Sakit Karitas Waitabula dan RSUD Reda Bolo, sedangkan sisanya menjalani observasi di pusat kesehatan masyarakat setempat.
Kasus ini menggambarkan celah pengawasan yang kritis pada jalur distribusi dan pengolahan makanan dalam program yang sebenarnya bertujuan meningkatkan gizi pelajar ini. Terlebih mengingat program MBG sudah lama berjalan dan melibatkan banyak pihak, kejadian ini menjadi peringatan keras bagi semua pemangku kepentingan untuk memperketat standar dan transparansi.
Sampai saat ini, hasil uji laboratorium atas bahan makanan masih ditunggu sebagai dasar penentuan langkah penanganan lebih lanjut. Namun dari indikasi lapangan, kelalaian dalam pengawasan dan penyimpanan bahan baku diduga menjadi faktor penyebab utama insiden ini.
Kejadian di Sumba Barat Daya ini sekaligus menjadi panggilan agar program pemerintah yang menyentuh langsung kesejahteraan pelajar dapat dijalankan dengan protokol ketat dan pengawasan menyeluruh tanpa kompromi. (FG)
![]() |
Klik ☝ untuk mengikuti akun Google News Kami agar anda tidak ketinggalan berita menarik lainnya |