NTT – Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang seharusnya menjadi solusi untuk meningkatkan kesehatan masyarakat, kini justru menuai kecaman setelah diduga menjadi penyebab keracunan massal yang menimpa puluhan pelajar di Kabupaten Sumba Barat Daya.
Insiden yang terjadi pada Selasa (23/7) ini menimpa sedikitnya 75 siswa dari tiga sekolah, yakni SMAN 1 Kota Tambolaka, SMKN 2 Kota Tambolaka, dan SMK Don Bosco. Para korban mengalami gejala mual, muntah, pusing, sakit perut, hingga ada yang dilaporkan pingsan, setelah menyantap makanan berupa nasi, ikan tongkol goreng tepung, tempe goreng, sayur, dan buah jeruk.
Ketua DPC GMNI Sumba Barat Daya, Dedianto Daghu Kezo, angkat suara dan mendesak pihak kepolisian untuk segera mengusut tuntas kasus ini.
"Polres SBD harus segera memeriksa semua pihak terkait. Jika tidak ditindaklanjuti, ini akan menjadi catatan buruk yang merusak kepercayaan publik terhadap program pemerintah," tegas Dedianto, Kamis (24/7/2025).
GMNI menilai ada unsur kelalaian serius dari pihak vendor, ketua Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG), dan petugas alih gizi daerah. Menurut Dedianto, proses pengolahan dan distribusi makanan diduga tidak melalui prosedur sterilisasi yang ketat.
Ketua SPPG Kabupaten SBD, Christian Candratya Rezki Lete Boro, mengakui bahwa makanan MBG biasanya disiapkan satu hingga dua hari sebelum didistribusikan.
“Biasanya maksimal dua hari sebelum dibagikan, kalau ada masukan dari petugas langsung kita eksekusi,” ungkap Christian.
Ia juga menyebut bahwa pasokan ikan untuk menu MBG berasal dari Cece Anggin alias Anggrini Lero, yang diketahui menjabat sebagai Ketua Dapur Gizi.
Menyusul kejadian ini, masyarakat mulai mempertanyakan kualitas pengawasan dan kontrol keamanan pangan dalam program MBG yang dijalankan pemerintah pusat hingga daerah. Tak sedikit yang menyebut peristiwa ini sebagai "tragedi kemanusiaan akibat kelalaian sistemik."
GMNI SBD menegaskan bahwa penyelidikan secara transparan dan menyeluruh harus segera dilakukan, termasuk menelusuri rantai suplai bahan makanan, sistem pengolahan, serta proses distribusi.
“Kita mendukung program makan bergizi untuk rakyat kecil. Tapi jika pelaksanaannya sembrono dan mengorbankan nyawa, ini bukan lagi bantuan, melainkan ancaman,” pungkas Dedianto. (OR-FG)
![]() |
Klik ☝ untuk mengikuti akun Google News Kami agar anda tidak ketinggalan berita menarik lainnya |