Namlea – Advokat Jaidun Samoal mengungkapkan bahwa hasil otopsi memperkuat dugaan bahwa Gunawan Tomagola tewas akibat penganiayaan.
Ditemui di Namlea pada Selasa pagi (22/7/2025), Jaidun menjelaskan bahwa kliennya, Gunawan Tomagola, meninggal dunia pada 6 Juni lalu karena dianiaya.
Mengutip hasil otopsi atau visum et repertum yang ditandatangani oleh dr. Arkipus Pamuttu, Jaidun menyampaikan bahwa hasil pemeriksaan luar dan dalam menyimpulkan penyebab kematian kliennya adalah trauma tumpul pada kepala yang menyebabkan retak pada tulang dasar tengkorak.
“Dari hasil visum et repertum, dokter menyimpulkan bahwa retakan tersebut mengakibatkan pendarahan dalam otak korban yang menekan pusat napas di batang otak,” ungkap Jaidun.
“Hal ini diperberat dengan adanya trauma tumpul pada bagian dada sebelah kanan,” tambahnya.
Lanjut Jaidun, dengan bukti visum et repertum dari dr. Pamuttu, keterangan saksi, dan pengakuan pelaku penganiayaan, Polres Buru telah menetapkan dua orang sebagai tersangka.
“Sebagai kuasa hukum keluarga korban, saya bersama rekan advokat, Pak La Eko Lapandewa, sangat mengapresiasi Kapolres Buru, Ibu AKBP Sulastri Sukijang, Kasat Reskrim, dan jajaran yang konsisten menangani perkara ini,” ujarnya.
Sebagaimana pernah diberitakan, pada 26 Juni lalu Polres Buru mendatangkan dokter forensik dari RS Bhayangkara Ambon, Polda Maluku, untuk melakukan otopsi terhadap Gunawan Tomagola, warga Desa Seith, Kecamatan Teluk Kaiely, Kabupaten Buru, yang menjadi korban penganiayaan pada 6 Juni 2025.
Beberapa saat setelah dianiaya, korban pingsan dan akhirnya meninggal dunia.
Sebelum pingsan, Gunawan sempat mengeluh kepada keluarganya bahwa bagian tubuhnya yang terkena pukulan dan tendangan terasa sangat sakit, terutama di bagian dada, yang menyebabkan sesak napas.
Otopsi dilakukan oleh dr. Arkipus Pamuttu, dibantu tiga perawat dari RS Bhayangkara Ambon. Tim forensik tiba di Namlea dan langsung menuju TKP di Desa Ilath.
Proses otopsi berjalan aman dan lancar di bawah pengawalan personel Sabhara Polres Buru yang dipimpin Kasat Sabhara, Iptu Andre Layan.
Setelah jenazah korban diangkat dari liang lahat, dr. Pamuttu dan tim langsung melakukan otopsi di dalam tenda tertutup yang dibangun di lokasi pemakaman korban.
Dengan peralatan modern, proses otopsi berlangsung kurang dari dua jam. Dimulai pukul 09.33 WIT dan selesai pukul 11.15 WIT.
Setelah otopsi selesai, imam dan penghulu masjid kembali mengkafani dan menguburkan jenazah.
Mulai dari penggalian hingga penguburan ulang, tampak sekitar 10 orang warga membantu proses tersebut. Beberapa warga, keluarga, dan teman korban hadir langsung di lokasi, termasuk Kepala Desa Seith dan perangkat desa lainnya.
Kuasa hukum keluarga korban, Eko Lapandewa dan Jaidun Samoal, turut menyaksikan langsung proses otopsi di dalam tenda.
Usai otopsi, Eko dan Jaidun menyampaikan bahwa prosedur medis ini penting untuk mengetahui secara pasti penyebab kematian Gunawan terkait peristiwa tanggal 6 Juni.
Eko menegaskan, otopsi ini dilakukan guna memperkuat penyidikan aparat kepolisian.
Sebagai kuasa hukum keluarga korban, mereka yakin hasil otopsi akan mempercepat proses penetapan tersangka oleh penyidik Reskrim Polres Buru dalam kasus dugaan pembunuhan terhadap Gunawan Tomagola.
Eko dan Jaidun berharap kasus ini segera terungkap dan penyidik segera menetapkan tersangka, agar keluarga korban mendapatkan keadilan.
Gunawan Tomagola dikeroyok di dekat pantai pada Jumat, 6 Juni lalu. Aksi penganiayaan baru berhenti setelah kakak korban, Anita Ipa, berteriak dan warga keluar rumah untuk melerai.
Anita dan beberapa saksi mata menyatakan melihat dua pelaku masih menganiaya korban, yaitu Farid Wally dan La Jusman Buton.
Korban jatuh ke tanah setelah dianiaya. Saat mencoba bangun dan melarikan diri, La Jusman Buton kembali menendang dada korban dengan keras. (OR-LTO)
![]() |
Klik ☝ untuk mengikuti akun Google News Kami agar anda tidak ketinggalan berita menarik lainnya |