Namrole - Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Buru Selatan, Hadi Longa, disomasi oleh kuasa hukum Yohana Solissa setelah membatalkan kelulusan klien mereka sebagai Calon Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) formasi tahun 2024. Dimana Pembatalan Pembatalan ini diumumkan melalui surat bernomor 800.1.2/142 tentang Pembatalan Hasil Kelulusan Calon Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja Dilingkup Pemda Bursel Tahun 2024.
Kuasa hukum Solissa, Hening Tasane dan Sami Latbual, melayangkan somasi pada Rabu (14/5/2025), mereka menyebut bahwa pembatalan tersebut tidak memiliki dasar hukum yang jelas.
Mereka menyatakan bahwa Solissa memenuhi seluruh persyaratan administrasi, termasuk tercatat aktif di Dapodik sejak 2017 hingga 2025 dan terus menerima gaji.
"Kami anggap surat pembatalan yang dikeluarkan oleh Sekda tidak berdasar secara hukum karena klien kami sampai hari ini masih aktif pada data Dapodik, kemudian klien kami juga sampai saat ini masih menerima gaji dan itu bisa dibuktikan melalui daftar gaji manual maupun daftar gaji transfer berupa print rekening koran," terang Tasane, Rabu (15/5/2025) di Namrole.
Upaya Persuasif Tidak Direspons
Ditempat yang sama, Latbual menjelaskan, sebelum mengajukan somasi, pihak kuasa hukum telah melakukan berbagai pendekatan, termasuk audiensi dengan Sekda, menghadap DPRD, serta bertemu Wakil Bupati dan Kepala BKPSDM. Namun, upaya ini tidak membuahkan hasil.
"Sudah tiga kali DPRD mengundang rapat dengan menghadirkan Sekda dan BKPSDM, namun hanya Dinas Pendidikan yang hadir," ungkap Latbual.
Dugaan Manipulasi Data Dapodik
Kuasa hukum menduga adanya manipulasi data Dapodik oleh oknum tertentu. Sebab, Solissa sempat dikeluarkan dari sistem Dapodik pada awal 2025, lalu dimasukkan kembali pada Februari dan tervalidasi pada April 2025. Diduga ada oknum yang memiliki akses ke Dapodik untuk mengkondisikan data tersebut ini demi menjegal kelulusan Solissa.
Bukti Dokumen Lengkap
Latbual menuturkan, kliennya Yohana Solissa terbukti menerima gaji secara rutin hingga 6 Mei 2025, termasuk bukti print rekening koran. Ia juga dinyatakan sebagai pendiri KB Bunda Kasih Namrinat dan gajinya dibayar oleh Pemda Bursel melalui dinas pendidikan dan bukan tenaga honorer yang dibayar pemerintah desa seperti yang disebutkan pihak BKPSDM dan seperti informasi yang beredar.
"Kami perlu tegaskan bahwa klien kami gajinya dibayar oleh Dinas Pendidikan bukan oleh pemerintah desa, dan Sekda tidak memiliki dasar hukum untuk membatalkan kelulusan Ibu Yohana Solissa yang sah dan resmi terdaftar sebagai pegawai pada Dinas Pendidikan dan terkonfirmasi lewat Dapodik dari tahun 2017 sampai dengan tahun 2025, dan aktif menerima gaji setiap waktu penerimaan gaji secara berturut-turut," terangnya.
Ultimatum 7 Hari
Dalam Somasi yang diserahkan ke Sekda, kuasa hukum memberikan tenggat waktu 7 hari kepada Sekda untuk mencabut surat pembatalan. Jika tidak ditanggapi, kuasa hukum akan menempuh jalur pidana dan perdata.
"Kami memberikan waktu kepada Pak Sekda untuk membatalkan surat pembatalan atas klien kami, jika tidak kami akan menempuh jalur hukum baik perdata maupun pidana," pungkasnya.
Kecurigaan Lolosnya Peserta Tak Layak
Latbual juga menyebut bahwa ada peserta lain yang tidak pernah honor di instansi manapun namun tetap dinyatakan lulus PPPK, yang mengindikasikan adanya praktik tidak adil dalam proses seleksi.
"Dalam proses-proses, kami juga menemukan ada indikasi tidak adil dalam proses seleksi PPPK, karena kami menduga ada yang tidak pernah honor namun dinyatakan lulus," ungkapnya lagi.
Penegasan Kategori II
Solissa disebut disebut sebagai peserta yang sah dalam seleksi kategori II tahun 2013 dan terdata di pangkalan data BKN. Dokumen lengkap siap diserahkan bila proses berlanjut ke ranah hukum.
"Klien kami bukan honorer biasa, klien kami terdata dalam data honorer kategori II setelah lulus seleksi pada tahun 2013 dan datanya tertera di pangkalan data BKN," tandasnya.
Ada Intervensi Dan Ancaman Kepada Solissa
Kembali Latbual mengungkapkan bahwa ada oknum-oknum tertentu yang sengaja mengintervensi kliennya terkait masalah tersebut. Namun, intervensi dan tekanan yang diberikan ke kliennya membuktikan bahwa ada sesuatu yang tidak benar dalam seleksi PPPK tahun 2024 itu.
"Perlu kami sampaikan bahwa dalam proses ini, terdapat tekanan dari oknum-oknum tertentu terhadap klien kami. Namun, kami tidak akan mundur sebelum klien kami mendapatkan haknya. Jika diperlukan, kami akan membawa tindakan intimidatif tersebut ke ranah hukum," tandasnya. (AL)
![]() |
Klik ☝ untuk mengikuti akun Google News Kami agar anda tidak ketinggalan berita menarik lainnya |