Close
Close

Jerat Mafia Utang: Tangis Korban di Republik yang Tergadai

Oleh: 

Kefas Hervin Devananda,S.H., S.Th., M.Pd.K

Jurnalis Senior Pewarna Indonesia - LKBH Pewarna Indonesia 

Jakarta, 29 Oktober 2025 – Di jantung ibu kota, di tengah gemerlap gedung pencakar langit, tersembunyi luka menganga bernama penindasan debt collector. Janji Kapolri untuk memberantas kejahatan ini bagaikan fatamorgana di gurun pasir keadilan, tampak nyata namun tak pernah bisa diraih. Negara, yang seharusnya menjadi pelindung rakyat, justru hadir sebagai penonton bisu di teater tragedi ini.


Setiap dering telepon bisa menjadi teror, setiap ketukan pintu bisa menjadi mimpi buruk. Itulah realitas yang menghantui ribuan keluarga di Indonesia, korban dari praktik penagihan utang oleh debt collector yang brutal dan tak kenal ampun. Sebut saja Ibu Ani, seorang Orang tunggal dengan dua anak, kehilangan sepeda motornya yang dirampas debt collector di tengah jalan. Padahal, motor itu adalah satu-satunya sumber nafkahnya yang berprofesi sebagai Ojek oline. Air matanya adalah cermin buram wajah republik yang tergadai.


Pasal 368 KUHP, yang seharusnya menjadi perisai bagi rakyat dari perampasan, kini tak lebih dari sekadar tulisan di atas kertas. POJK Nomor 6/POJK.07/2022, yang melarang kekerasan dan intimidasi, hanya menjadi hiasan di etalase hukum yang kian usang. Mafia utang adalah kanker yang menggerogoti sendi-sendi keadilan di negeri ini.


Mengapa negara absen saat rakyatnya diteror? Mengapa hukum mati suri saat keadilan diinjak-injak? Pertanyaan ini menggantung di udara, menuntut jawaban yang jujur dan berani. Lebih dari sekadar oknum, ini adalah masalah sistemik yang berakar pada lemahnya pengawasan, rendahnya literasi keuangan, kesenjangan ekonomi yang menganga, dan potensi keterlibatan oknum aparat.


Siapa yang menyangka, di balik seragam debt collector yang tampak gagah, tersembunyi jaringan mafia yang melibatkan oknum aparat dan pengusaha hitam? Mereka adalah para predator yang memangsa kesulitan ekonomi rakyat kecil, merampas harapan, dan menghancurkan masa depan.


Kita tidak butuh janji manis, kita butuh revolusi mental. Reformasi sistem penagihan utang adalah harga mati yang tak bisa ditawar. Bentuk satuan tugas khusus yang berani membongkar jaringan mafia utang hingga ke akar-akarnya. Tingkatkan pengawasan terhadap perusahaan pembiayaan dan debt collector. Berikan edukasi yang masif kepada masyarakat tentang hak dan kewajiban mereka sebagai konsumen. Revisi undang-undang yang melindungi para predator utang.


"Jer basuki mawa béya," kata orang Jawa, setiap keberhasilan membutuhkan pengorbanan. Namun, sudah terlalu banyak air mata yang tumpah, terlalu banyak harapan yang pupus. Jangan biarkan ketidakadilan ini terus berlanjut.


Jangan biarkan ketakutan menghantui kita. Jangan biarkan ketidakadilan merajalela. Mari kita bersatu untuk melawan mafia utang dan menuntut keadilan bagi para korban. Laporkan setiap tindakan pelanggaran hukum kepada pihak berwajib, dan dukung upaya-upaya reformasi sistem penagihan utang.


Bersama, kita bisa menciptakan Indonesia yang lebih adil dan beradab. Bersama, kita bisa merebut kembali keadilan yang telah dirampas. Bersama, kita bisa membangun republik yang benar-benar melindungi rakyatnya. (*)

Baca Juga
Klik ☝ untuk mengikuti akun Google News Kami
agar anda tidak ketinggalan berita menarik lainnya

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama