Ambon - Di bawah langit malam Ambon yang tenang, nyala seribu lilin menerangi bundaran Poka, Rabu (3/9/2025). Cahaya itu bukan sekadar simbol. Ia adalah pernyataan sikap. Ia adalah doa dan sekaligus perlawanan dari Pemuda Maluku yang tergabung dalam Aliansi Baku Jaga Tanah terhadap ketidakadilan yang terus merongrong ruang hidup mereka.
Acara yang digelar dari pukul 19.40 hingga 23.00 WIT ini tak hanya menjadi wadah konsolidasi menuju aksi besar-besaran. Lebih dari itu, ia adalah penegasan bahwa suara pemuda Maluku tidak bisa lagi diredam. Mereka menyampaikan pesan tegas: "Tanah ini bukan komoditas. Ia adalah kehidupan."
“Seribu lilin itu untuk mereka yang gugur, mereka yang dibunuh oleh negara saat memperjuangkan tanahnya. Ini adalah bentuk penghormatan terhadap korban pelanggaran HAM,” ujar Hardi Hilman Rahantam, Koordinator Lapangan aksi, dengan nada emosional.
Kegiatan malam itu adalah kelanjutan dari aksi sebelumnya yang digelar pada 27 Agustus. Saat itu, Aliansi dan Pemerintah Provinsi Maluku telah sepakat untuk bertemu membahas keberadaan dua perusahaan tambang kontroversial: PT Waragonda dan PT Batu Licin, yang dituding sebagai aktor utama dalam perampasan ruang hidup masyarakat, khususnya di wilayah Haya dan Pulau Kei Besar.
Namun, janji tinggal janji. Undangan rapat yang disepakati akan dikirim sehari sebelumnya, justru baru diterima pada hari H pukul 10.25 WIT. Parahnya, Gubernur Maluku juga tidak hadir dalam pertemuan yang dijadwalkan.
“Kami merasa ditipu. Kami datang untuk berdialog, tapi malah dibohongi oleh pejabat negara, khususnya Kasrul Selang selaku Asisten II Pemprov. Maka dari itu, aksi besar-besaran akan kami gelar,” tegas Rahantam.
Aliansi Baku Jaga Tanah menegaskan bahwa malam penyalaan lilin ini bukan aksi seremonial belaka. Di sela pembacaan puisi, penggalangan dana, dan orasi, berlangsung konsolidasi yang menghimpun kekuatan lintas organisasi, komunitas, dan paguyuban se-Kota Ambon. Semua mata kini tertuju pada aksi besar yang akan digelar di Kantor Gubernur Maluku dalam waktu dekat.
Aksi ini bukan hanya soal tambang. Ini soal martabat, tentang hak atas tanah, udara, dan laut yang diwariskan oleh leluhur. Tentang keberanian untuk berkata cukup terhadap eksploitasi dan pengabaian.
Aliansi ini sedang membangun gelombang. Dari lilin-lilin kecil di bundaran Poka, cahaya perlawanan sedang menyebar ke seluruh penjuru Maluku. Mereka menuntut keadilan, bukan belas kasihan. Dan ketika suara rakyat sudah menyatu dengan tanah yang diinjaknya, maka tak ada kekuasaan yang bisa membungkamnya. (OR-EH)
![]() |
Klik ☝ untuk mengikuti akun Google News Kami agar anda tidak ketinggalan berita menarik lainnya |