Oleh:
Arjun Bola
Ketua Umum Pemuda Ikatan Cendekiawan Muslim (ICMI) Kabupaten Buru dan Wartawan
Delapan dekade sejak Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, Kecamatan Batabual di Kabupaten Buru, Provinsi Maluku, masih belum menikmati akses jalan yang layak. Warga di wilayah ini terus hidup dalam keterbatasan infrastruktur, seolah jauh dari sentuhan pemerintah dan pembangunan nasional.
Meski berbagai janji perbaikan telah dilontarkan, kenyataannya jalan menuju Batabual tetap sulit dilalui, terlebih pada musim hujan, ketika jalur transportasi darat nyaris lumpuh. Akses ekonomi, pendidikan, hingga layanan kesehatan pun terhambat, meninggalkan masyarakat dalam pusaran keterisolasian.
Kecamatan Batabual, yang terletak di Kabupaten Buru, Maluku, adalah wilayah dengan potensi alam yang besar, mulai dari sumber daya pertanian, perikanan, hingga pariwisata bahari. Namun, potensi ini belum sepenuhnya tergarap akibat keterbatasan infrastruktur dasar, terutama akses jalan dan jembatan yang memadai.
Selama lebih dari delapan dekade sejak kemerdekaan, masyarakat Batabual masih harus berjuang menghadapi isolasi geografis yang menghambat mobilitas barang dan jasa, bahkan menyebabkan hilangnya nyawa akibat derasnya arus sungai dan ombak.
Berbagai tekanan dan lobi yang dilakukan oleh masyarakat menjadi catatan sejarah penting yang tak terlupakan bagi bangsa ini, di mana setiap saat teriakan akan infrastruktur jalan dan jembatan menjadi kerinduan yang terus diimpikan oleh warga.
Demonstrasi dan Harapan yang Tak Kunjung Tuntas
Pada Juli 2018, masyarakat Batabual kembali melakukan demonstrasi di Kantor Dinas PUPR Provinsi Maluku, menuntut pembangunan jalan tembus yang telah tertunda lebih dari dua dekade. Saat itu, dana DAK Perubahan sekitar Rp8 miliar dari Kementerian PUPR dialokasikan untuk membangun ruas jalan sepanjang 47 km menuju Desa Ilath–Kayeli (termasuk medan yang berat), dengan target pengerjaan di akhir 2018. Namun, semuanya berjalan di tempat akibat keterbatasan volume anggaran dan beratnya medan.
Usulan Renstra ke Bina Marga (2018–2019)
Pada 28 Juni 2018, Gubernur Maluku mengirim surat kepada Dirjen Bina Marga terkait pembangunan jalan dan jembatan di Batabual. Pertemuan tindak lanjut baru terjadi pada 16 Agustus 2019. Salah satu syarat utama adalah jalan tersebut harus berstatus nasional atau memiliki lebar minimal 25 meter serta bersertifikat.
Dorongan DPRD Kabupaten Buru (2021–2022)
Ketua DPRD Buru pada Februari 2021 menyuarakan dukungan percepatan pembangunan jalan poros hotmix Mako–Kayeli–Batabual sepanjang 77 km. Namun, karena jalan tersebut berstatus jalan provinsi, pembiayaannya tidak dapat dilakukan melalui APBD kabupaten.
Koordinasi terus dilakukan dengan Kementerian PUPR dan Deputi I KSP sejak Februari 2022, guna mengupayakan peningkatan status menjadi jalan nasional. Salah satu syaratnya adalah adanya keterhubungan lintas kabupaten antara Batabual dan Waesama di Kabupaten Buru Selatan.
Desakan Delegasi Pemerintah Daerah (2022)
Pada Maret 2022, DPRD Buru mendesak Pemerintah Pusat agar mengambil alih pembangunan jalan dan jembatan Batabual agar dapat segera direalisasikan secara maksimal dan berkelanjutan.
Harapan yang Belum Padam
Berangkat dari sejarah panjang penyampaian aspirasi masyarakat, demonstrasi, serta berbagai upaya politis dan administratif yang telah dilakukan selama ini, anggaran yang tersedia berasal dari berbagai skema: DAK Perubahan, Renstra Bina Marga, dan kini melalui Inpres.
Harapan ini kini hanya tertumpu pada komitmen semua pihak, baik DPRD, bupati, gubernur, maupun pemerintah pusat, untuk segera menuntaskan pembangunan jalan dan jembatan yang layak. Sebagai bukti bahwa kemerdekaan benar-benar dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia, khususnya masyarakat di Kecamatan Batabual. (*)
![]() |
Klik ☝ untuk mengikuti akun Google News Kami agar anda tidak ketinggalan berita menarik lainnya |