Kendari – Kasus dugaan tindak pidana korupsi (penjualan nikel ilegal) atau Dokumen Terbang di wilayah Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara, yang telah dilaporkan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tenggara (Sultra) pada 9 Mei 2025 oleh Forum Komunikasi Lembaga Pemberantasan Korupsi Sulawesi Tenggara (FK-LPK Sultra), diduga melibatkan mantan Kepala Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan (KUPP) Kelas III Lapuko, Owner/Pemilik Manfaat inisial "FK" dan Direktur Utama PT. Wijaya Inti Nusantara, Direktur Utama PT. Gerbang Multi Sejatera (GMS), dan Project Manager CV. Nusantara Daya Jaya Nusantara (NDJ) selaku kontraktor mining di PT. GMS Laonti.
Berdasarkan temuan dan bukti-bukti yang dikumpulkan oleh FK-LPK Sultra, kejadiannya berkaitan dengan kuota RKAB Produksi dan Penjualan Biji Nikel tahun 2022, yang dimana salah satu IUP telah kehabisan kuota RKAB, namun tetap melakukan penjualan bijih nikel diduga menggunakan kuota RKAB IUP lain, tepatnya dilakukan penjualan pada Bulan Oktober 2022.
Bukti-bukti menunjukkan bahwa bijih nikel yang dijual melalui dokumen PT. Wijaya Inti Nusantara diduga kuat berasal dari Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT. Gerbang Multi Sejatera, namun diduga dokumennya dimanipulasi seolah-olah bijih nikel tersebut berasal dan dimuat dari IUP PT. Gerbang Multi Sejatera.
Bukti-bukti yang telah diajukan dalam pelaporan FK-LPK Sultra, meliputi draft pemuatan kapal, list daftar penjualan perusahaan, dan percakapan WhatsApp yang menunjukkan adanya dokumen diduga dimanipulasi melalui Percakapan WhatsApp antara perwakilan PT. GMS inisial "MA" dengan karyawan PT. WIN inisial "A" menunjukkan dengan jelas terkait dokumen dan asal bijih nikel. Perwakilan PT. GMS menginstruksikan karyawan PT. WIN untuk mengarahkan nahkoda kapal membuat jurnal harian kapal yang seolah-olah nikel dimuat di Tersus PT. Wijaya Inti Nusantara.
FK-LPK Sultra selaku pelapor, Nurlan, SH, menyatakan, sesuai bukti-bukti yang dilampirkan pihaknya sangat jelas menerangkan bahwa penjualan nikel tersebut, bijih nikelnya dari IUP yang berbeda dengan dokumen pemilik kuota RKAB lUP.
"Kami meminta kepada pihak Kejati Sultra segera memeriksa dan menetapkan tersangka pihak-pihak yang diduga terlibat dalam kasus ini," harapnya.
Kasus tersebut, tambahnya, juga bisa menjadi pintu masuk pihak Kejati Sultra, untuk memulai mengusut kasus-kasus dugaan penjualan nikel ilegal di wilayah Kabupaten Konawe Selatan, yang selama ini belum tersentuh penindakan hukum.
Sebab, tambahnya lagi, dugaan pelanggaran yang terjadi erat berkaitan dengan dugaan penyalahgunaan wewenang penyelenggara negara, pajak, serta perizinan penjualan nikel.
"Penjualan nikel secara ilegal, gunakan dokumen terbang, sudah sangat jelas tidak sesuai mekanisme penjualan nikel, yang dimana asal barang atau bijih nikel harus sesuai dengan dokumen yang digunakan berdasarkan kuota RKAB nya masing-masing pemilik IUP," paparnya.
Kerugian negara sekitar puluhan milyar diduga diakibatkan oleh penjualan nikel ilegal tersebut. Kasus ini mirip dengan beberapa kasus-kasus di Konawe Utara dan Kolaka, yang sudah di ungkap dan diproses hukum melalui Kejati Sultra.
Sementara itu, hingga berita ini dimuat, Redaksi masih terus berupaya untuk bisa mengkonfirmasi kepada para pihak yang terkait dengan laporan tersebut, yakni Kepala Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan (KUPP) Kelas III Lapuko, Owner/Pemilik Manfaat inisial "FK" dan Direktur Utama PT. Wijaya Inti Nusantara, Direktur Utama PT. Gerbang Multi Sejatera (GMS), dan Project Manager CV. Nusantara Daya Jaya Nusantara (NDJ) selaku kontraktor mining di PT. GMS Laonti maupun pihak Kejati Sultra. (OR-R-Ikl)
![]() |
Klik ☝ untuk mengikuti akun Google News Kami agar anda tidak ketinggalan berita menarik lainnya |