![]() |
Foto: Wanita yang menggunakan cadar. (Instagram @launadamariz) |
Dilansir dari Reuters, Selasa (01/07/2025), undang-undang tersebut menyatakan bahwa pakaian yang "menghalangi pengenalan wajah" dilarang di ruang publik. Namun, terdapat pengecualian untuk kondisi medis, cuaca ekstrem, serta kegiatan olahraga dan budaya. Aturan ini tidak menyebutkan agama atau jenis pakaian tertentu secara eksplisit, namun banyak yang menilai kebijakan ini menargetkan cadar atau niqab yang dikenakan sebagian perempuan Muslim.
Kazakhstan sendiri merupakan negara dengan populasi sekitar 20.283.399 jiwa per 2025, di mana sekitar 69,3 persen penduduknya memeluk agama Islam. Meski negara ini menganut sistem sekuler, peran Islam cukup besar dalam kehidupan sosial dan budaya masyarakat.
Presiden Tokayev menyebut kebijakan ini sebagai bagian dari upaya merayakan dan menguatkan identitas nasional. “Daripada mengenakan jubah hitam yang menutupi wajah, jauh lebih baik memakai pakaian bergaya nasional,” ujarnya, seperti dikutip media lokal awal tahun ini.
Ia menambahkan, “Pakaian nasional kita secara jelas menonjolkan identitas etnis kita, jadi kita perlu mempopulerkannya secara menyeluruh.”
Langkah ini menyusul kebijakan serupa di Kyrgyzstan, Uzbekistan, dan Tajikistan. Di Kyrgyzstan, polisi melakukan patroli khusus untuk menindak pengguna niqab. Sementara di Uzbekistan, pelanggar aturan niqab dapat didenda lebih dari 250 dolar AS. Presiden Tajikistan, Emomali Rakhmon, bahkan telah melarang pakaian yang dinilai “asing terhadap budaya nasional.”
Kebijakan Kazakhstan ini menuai beragam reaksi. Sebagian menganggapnya sebagai bentuk modernisasi dan perlindungan terhadap identitas budaya lokal. Namun tak sedikit pula yang mengecamnya sebagai pelanggaran terhadap kebebasan beragama dan hak individu. (OR-AAA)
![]() |
Klik ☝ untuk mengikuti akun Google News Kami agar anda tidak ketinggalan berita menarik lainnya |