Namlea - Ketua Angkatan Muda Pelopor Demokrasi (AMPD) Kabupaten Buru, Jhino Loilatu, mendesak Gubernur Maluku, Hendrik Lewerissa dan Bupati Buru Ikram Umasugi untuk segera bertindak tegas menutup aktivitas pertambangan emas tanpa izin (PETI) di kawasan Gunung Botak.
Desakan ini disampaikan Loilatu menyusul tragedi berdarah yang terjadi pada Senin, 14 Juli 2025, di area tambang ilegal tersebut, yang menelan korban jiwa. Ia menilai insiden ini menjadi bukti nyata lemahnya pengawasan pemerintah terhadap aktivitas tambang ilegal yang terus berlangsung meski sudah ada surat edaran dari Gubernur Maluku.
"Dalam surat edaran Gubernur tertanggal 19 Juni 2025, sudah sangat jelas ditegaskan bahwa Gunung Botak harus segera ditertibkan dan dikosongkan dari aktivitas ilegal. Namun sampai hari ini, para penambang masih bebas beroperasi seolah tak ada larangan," ujar Loilatu kepada media, Rabu (16/7/2025).
Ia menambahkan, lemahnya pengawasan dan minimnya keberadaan pos keamanan menjadi celah besar bagi para penambang ilegal untuk terus beraktivitas tanpa rasa takut. Kondisi ini tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga memicu konflik horizontal yang berpotensi mengorbankan lebih banyak nyawa.
"Kita khawatir akan muncul korban-korban jiwa berikutnya jika pemerintah terus membiarkan tambang ilegal ini beroperasi. Pemerintah provinsi dan kabupaten harus segera melakukan konsolidasi dan langkah nyata untuk mengosongkan kawasan Gunung Botak dari PETI," tegasnya.
Loilatu juga menyarankan agar pemerintah mengambil alih pengelolaan tambang secara resmi melalui koperasi yang legal, dengan pengawasan ketat terhadap sistem keamanan dan pengelolaan hasil tambang.
"Jika dikelola oleh koperasi di bawah pengawasan pemerintah, maka akan ada tanggung jawab yang lebih besar terhadap keamanan, keselamatan, dan keadilan distribusi hasil tambang bagi masyarakat," tambahnya.
Gunung Botak sendiri tidak hanya dikenal sebagai kawasan tambang emas ilegal, tetapi juga telah menjadi wilayah yang rentan terhadap pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Konflik antarpenambang dan kelompok-kelompok tertentu kerap pecah, menimbulkan kerugian materi hingga korban jiwa.
"Sudah saatnya pemerintah turun tangan secara serius. Ini bukan sekadar soal tambang, tapi juga soal kemanusiaan," pungkas Loilatu. (OR-HA)
![]() |
Klik ☝ untuk mengikuti akun Google News Kami agar anda tidak ketinggalan berita menarik lainnya |