Close
Close

Reza Pahlavi, Israel dan Amerika: Poros Baru untuk Menggulingkan Rezim Iran?

Foto: Reza Pahlavi, putra dari mendiang Shah Iran yang terakhir. (Instagram @dramirhamidiofficial)
Iran - Reza Pahlavi, putra dari mendiang Shah Iran yang terakhir, kembali mencuat ke panggung politik internasional. Dalam pidato terbaru di Paris, ia menyatakan bahwa akhir rezim Republik Islam Iran sudah di depan mata.


“Ini adalah momen Tembok Berlin kita,” ujar Pahlavi, mengenakan setelan jas rapi dan pin berbentuk peta Iran di dadanya. Ia membayangkan masa depan Iran sebagai negara bebas dan demokratis, hidup damai dengan tetangga, serta menjadi pusat kemajuan dan kesempatan. “Bayangkan Iran yang baru,” katanya penuh semangat sebagaimana dikutip dari Politico, Selasa (24/06/2025).


Pidato tersebut datang di tengah meningkatnya ketegangan di Timur Tengah. Dalam dua pekan terakhir, Israel dan Amerika Serikat melancarkan serangan udara terbesar terhadap fasilitas militer, energi, dan nuklir Iran sejak 1980-an. Presiden AS Donald Trump bahkan menyatakan kemungkinan perubahan rezim jika Teheran gagal melakukan reformasi. Di tengah gejolak ini, Pahlavi tampil mempromosikan dirinya sebagai tokoh transisi nasional. “Saya maju untuk memimpin transisi ini,” tegasnya.


Dukungan Diaspora dan Pro-Kontra

Selama empat dekade hidup di pengasingan, Pahlavi membangun basis pendukung kuat di kalangan diaspora Iran. Banyak yang percaya bahwa ia adalah sosok tepat untuk memimpin Iran pasca-rezim Islam. Maryam Aslany, akademisi di Yale University dan pendukung Pahlavi, menyebutnya sebagai tokoh populer dan dihormati. “Ini hanya soal waktu sebelum rezim runtuh,” ujarnya optimistis.


Namun, tidak semua diaspora sependapat. Sejumlah analis Iran memandang Pahlavi terlalu jauh dari realitas di lapangan. “Dia terputus dari kenyataan di Iran,” kata Sanam Vakil dari Chatham House. Pahlavi belum pernah menginjakkan kaki kembali di Iran sejak 1979 dan sebagian besar waktunya dihabiskan di AS dan Eropa. Usaha membentuk koalisi oposisi diaspora pada 2023 pun gagal.


Antara Harapan dan Ketakutan

Para pengkritik khawatir kampanye Pahlavi bisa memperburuk keadaan. Mereka menilai serangan militer terhadap Iran bisa memicu pembalasan, bahkan mempercepat ambisi nuklir Teheran. Pahlavi sendiri tidak secara terang-terangan mendukung serangan, namun berkali-kali menyebut bahwa jalan menuju demokrasi bisa dimulai dari keruntuhan rezim saat ini.


“Saya tidak takut dengan hari setelah rezim jatuh,” ujar Pahlavi pada 17 Juni. “Iran tidak akan terjerumus ke perang saudara.” Namun, sejumlah analis menilai bahwa kemungkinan kekacauan atau bahkan perang saudara sangat nyata, mengingat keragaman etnis dan ketegangan internal di Iran.


Bayang-Bayang Masa Lalu dan Figur Ahmad Chalabi

Sejarah keluarga Pahlavi memang tak lepas dari campur tangan asing. Kakeknya, Reza Khan, naik takhta dengan dukungan Inggris. Ayahnya, Shah Mohammad Reza Pahlavi, memerintah dengan otoriter dan akhirnya digulingkan dalam Revolusi 1979 yang membawa Ayatollah Khomeini berkuasa.


Kini, sejarah seolah berulang. Pahlavi kembali digadang-gadang sebagai “juru selamat” oleh sebagian diaspora, seperti halnya Ahmad Chalabi di Irak sebelum invasi AS. Chalabi, tokoh diaspora yang dijanjikan sebagai pemimpin transisi Irak, justru gagal dan meninggalkan negara yang porak poranda. Apakah Pahlavi akan mengulang kisah serupa?


Pahlavi dan Hubungan dengan Israel

Kontroversi lainnya datang dari kunjungan Pahlavi ke Israel pada 2023, di mana ia bertemu sejumlah pejabat tinggi, termasuk Perdana Menteri Benjamin Netanyahu. Kunjungan ini dianggap melemahkan legitimasinya di mata warga Iran yang sangat sensitif terhadap hubungan dengan negara Zionis tersebut. Tapi bagi pendukungnya di Barat, Pahlavi adalah sosok yang siap mengambil alih jika rezim runtuh.


Dalam pidatonya di hadapan anggota parlemen AS baru-baru ini, ia mengklaim telah “diberi mandat oleh jutaan rakyat Iran, di dalam dan luar negeri, untuk membantu memimpin transisi.” Namun banyak pihak tetap ragu apakah dukungan itu nyata di dalam negeri, atau hanya gaung dari luar.


Masa Depan yang Tak Pasti

Apakah Reza Pahlavi akan menjadi pahlawan atau malah penyebab kekacauan baru di Iran? Waktu yang akan menjawab. Yang jelas, sejarah mencatat bahwa perubahan rezim yang dibantu asing sering kali berujung petaka.


Seperti kata salah satu tokoh oposisi Iran, Majid Zamani, “Tak ada satu pun invasi asing yang pernah membawa demokrasi ke negara kami. Kami tahu sejarahnya, dan kami tidak ingin mengulanginya.” (OR-CL)

Baca Juga
Klik ☝ untuk mengikuti akun Google News Kami
agar anda tidak ketinggalan berita menarik lainnya

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama