Jakarta - Langkah Kapolri Jenderal Polisi Drs. Listyo Sigit Prabowo, M.Si., dalam menangguhkan penahanan terhadap mahasiswi Institut Teknologi Bandung (ITB) berinisial SSS menuai apresiasi luas dari sejumlah anggota Komisi III DPR RI. Keputusan ini dinilai sebagai wujud nyata dari pendekatan restorative justice dalam penegakan hukum yang mengedepankan aspek kemanusiaan dan masa depan individu.
Wakil Ketua Komisi III DPR RI, H. Ahmad Sahroni, S.E., M.I.Kom., Senin (10/05/2025) menyampaikan bahwa tindakan Kapolri patut diapresiasi karena mempertimbangkan sisi kemanusiaan dan pendidikan. Ia mengakui bahwa unggahan meme yang dibuat SSS memang melampaui batas kritik wajar, namun ia juga menekankan pentingnya ruang bagi mahasiswa untuk menyampaikan kritik secara etis dan bertanggung jawab.
Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Rano Alfath, turut menyampaikan apresiasinya. Ia menyebut penangguhan tersebut merupakan respons atas permohonan keluarga dan jaminan dari Ketua Komisi III DPR. "Keputusan ini bisa menjadi preseden dalam penegakan hukum ke depan, bahwa hukum juga harus mempertimbangkan konteks sosial dan masa depan individu yang terlibat," ujar Rano.
Anggota Komisi III DPR RI, Soedeson Tandra, juga mendukung langkah Kapolri dan menyebutnya sebagai bentuk kebijaksanaan. "Kami mengapresiasi sikap bijak Presiden dan Kapolri dalam menangguhkan penahanan ini. Kalau bisa, diselesaikan saja lewat mekanisme restorative justice," ujarnya.
Sebelumnya, SSS ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), menyusul unggahan meme yang dinilai tidak pantas dan menyudutkan Presiden RI Jenderal TNI (Purn) H. Prabowo Subianto serta Presiden ke-7 RI, Ir. H. Joko Widodo.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri, Brigjen Pol. Trunoyudo Wisnu Andiko, S.I.K., menjelaskan bahwa penangguhan penahanan diberikan setelah adanya permohonan dari keluarga, kuasa hukum, serta itikad baik SSS yang telah menyampaikan permohonan maaf. "Pertimbangan utama adalah kemanusiaan dan kelangsungan pendidikan yang bersangkutan," jelasnya.
Keputusan ini tidak hanya mencerminkan kebijakan hukum yang lebih humanis, tetapi juga membuka ruang diskusi lebih luas mengenai batasan kritik, etika digital, dan perlindungan kebebasan berpendapat di kalangan generasi muda. (OR-L)
![]() |
Klik ☝ untuk mengikuti akun Google News Kami agar anda tidak ketinggalan berita menarik lainnya |