Sorong - Presidium Gerakan Kemasyarakatan (GERMAS) PMKRI St. Agustinus Sorong menegaskan kecaman keras terhadap pembakaran Mahkota Cendrawasih yang dilakukan oleh Kepala BPKSD Provinsi Papua, yang diduga melibatkan aparat TNI-Polri. Pernyataan ini disampaikan langsung oleh Dominggus Baru, Presidium GERMAS PMKRI Sorong.
Dominggus menilai tindakan pembakaran mahkota sangat melecehkan simbol kebesaran orang Papua. Mahkota Cendrawasih bukan sekadar hiasan, tetapi memuat makna pilar besar dalam tradisi adat dan menjadi salah satu simbol penting dalam pelaksanaan Otonomi Khusus Papua. “Pembakaran ini seolah ingin menghancurkan martabat orang asli Papua, termasuk tubuh Undang-Undang Otsus yang lahir dari adat,” ujar Dominggus Baru, Jumat (24/10/2025).
GERMAS menekankan bahwa tindakan ini juga mencederai prinsip pengakuan hak-hak masyarakat hukum adat sebagaimana diatur dalam Pasal 18B ayat (2) UUD 1945. Dominggus menegaskan, masyarakat adat Papua merasa hukum di Indonesia hanya berlaku secara sepihak dan tidak menghormati budaya lokal. “Jika negara ini benar-benar negara hukum, pelaku pembakaran mahkota harus diusut tuntas dan dihukum tanpa pandang bulu,” katanya.
Selain itu, Dominggus menilai pembakaran mahkota sengaja dijadikan alih isu untuk mengalihkan perhatian dari dugaan pembantaian 15 warga sipil di Pegunungan Papua. “Pembakaran Mahkota Cendrawasih ini seolah digunakan sebagai peralihan isu agar fokus publik tidak tertuju pada pembantaian warga sipil,” tegasnya.
GERMAS PMKRI Sorong menyerukan agar Komnas HAM RI dan lembaga internasional menindaklanjuti kasus pembantaian warga sipil, serta menegakkan hukum yang adil bagi masyarakat Papua. Presidium ini juga mendesak Presiden Republik Indonesia untuk mengambil langkah tegas, termasuk memecat oknum yang terlibat dalam pembakaran Mahkota Cendrawasih, demi melindungi martabat negara dan masyarakat Papua. “Kami minta tindakan tegas segera dilakukan oleh pemerintah,” ujar Dominggus.
Dominggus Baru menutup pernyataannya dengan kritik pedas: meskipun Papua menyumbang besar bagi negara, masyarakat adat kerap diabaikan dan tidak dihormati.
“Kami orang asli Papua selalu dijanjikan penghormatan, tapi budaya kami dibakar, sumber daya kami dieksploitasi, sementara kami ditindas,” kata Dominggus. (OR-FO)
![]() |
| Klik ☝ untuk mengikuti akun Google News Kami agar anda tidak ketinggalan berita menarik lainnya |

